Tinjauan Syariah Tentang Hukum Membunyikan Terompet
Dari Abu ‘Umair bin Anas dari bibinya yang termasuk shahabiyah anshor, “Nabi memikirkan bagaimana cara mengumpulkan orang untuk shalat berjamaah. Ada beberapa orang yang memberikan usulan. Yang pertama mengatakan, ‘Kibarkanlah bendera ketika waktu shalat tiba. Jika orang-orang melihat ada bendera yang berkibar maka mereka akan saling memberi tahukan tibanya waktu shalat’. Namun Nabi tidak menyetujuinya. Orang kedua mengusulkan agar memakai teropet. Nabipun tidak setuju, beliau bersabda, ‘Membunyikan terompet adalah perilaku orang-orang Yahudi.’ Orang ketiga mengusulkan agar memakai lonceng. Nabi berkomentar, ‘Itu adalah perilaku Nasrani.’ Setelah kejadian tersebut, Abdullah bin Zaid bin Abdi Robbihi pulang dalam kondisi memikirkan agar yang dipikirkan Nabi. Dalam tidurnya, beliau diajari cara beradzan.” (HR. Abu Daud, shahih)
Hadits di atas adalah di antara sekian banyak hadits yang menunjukkan bahwa menyerupai orang kafir adalah terlarang.
Ketika Nabi tidak senang dengan terompet Yahudi yang ditiup dengan mulut dan lonceng Nasrani yang dibunyikan dengan tangan, beliau beralasan karena itu adalah perilaku orang-orang Yahudi dan Nasrani. Sedangkan alasan yang disebutkan setelah penilaian itu menunjukkan bahwa alasan tersebut adalah illah/motif hukum dari penilaian. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa Nabi melarang semua ciri khas Yahudi dan Nasrani. Padahal menurut sebagian sumber, terompet Yahudi itu diambil dari ajaran Nabi Musa. Di masa Nabi Musa orang-orang dikumpulkan dengan membunyikan terompet.
Sedangkan lonceng orang-orang Nasrani adalah buatan mereka sendiri dan bukan ajaran Nabi Isa. Bahkan mayoritas ajaran Nasrani itu buatan pendeta-pendeta mereka.
Motif hukum di atas menunjukkan bahwa suara lonceng dan terompet itu tetap terlarang di waktu kapan pun dibunyikan bahkan meski dibunyikan di luar waktu shalat. Dengan pertimbangan bahwa dua jenis suara tersebut merupakan simbol Yahudi dan Nasrani karena orang-orang Nasrani membunyikan lonceng dalam berbagai kesempatan, meski di luar waktu ibadah mereka.
Sedangkan simbol agama ini adalah suara adzan yang mengandung pemberitahuan dengan bacaan-bacaan dzikir. Dengannya pintu-pintu langit terbuka, setan lari terkentut-kentut dan rahmat Allah diturunkan.
Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Simbol agama Yahudi dan Nasrani ini telah dipakai oleh banyak umat Islam, baik yang menjadi penguasa ataupun yang bukan.
Sampai-sampai kami menyaksikan pada hari Kamis yang hina ini banyak orang membakar dupa dan membunyikan terompet-terompet kecil.
Bahkan ada seorang penguasa muslim yang membunyikan lonceng pada saat sholat lima waktu. Perbuatan inilah yang dilarang oleh Rasulullah.
Ada juga penguasa yang membunyikan terompet di pagi dan sore hari. Menurut persangkaan orang tersebut dalam rangka menyerupai Dzulqornain. Sedangkan pada selain dua waktu tersebut dia wakilkan kepada yang lain.
Inilah tindakan menyerupai orang Yahudi, Nasrani dan orang non Arab yaitu Persia dan Romawi. Ketika perbuatan-perbuatan semacam ini yaitu berbagai perbuatan yang menyelisihi petunjuk Nabi telah dominan dilakukan oleh para penguasa muslim di bagian timur dunia Islam maka oleh memberikan kesempatan kepada orang Turki yang kafir untuk mengalahkan para raja tersebut padahal Nabi menjanjikan bahwa kaum muslimin nanti akan memerangi orang-orang Turki tersebut. Akhirnya orang-orang Turki tersebut melakukan berbagai aksi kekerasan yang belum pernah terjadi di dunia Islam sekalipun.
Inilah bukti kebenaran sabda Nabi, “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian.”
Kaum muslimin di masa Nabi dan masa-masa sesudahnya pada saat peran hanya terdiam dan mengingat Allah.
Qois bin Ibad, salah seorang tabiin senior mengatakan, “Mereka, para shahabat menyukai bersuara lirih pada saat berdzikir, ketika perang dan waktu di dekat jenazah.” (Diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad yang shahih). Riwayat-riwayat lain juga menunjukkan bahwa dalam sikon-sikon di atas para shahabat bersikap tenang sedangkan hati mereka dipenuhi nama Allah dan keagungan-Nya. Hal ini sama persis dengan keadaan mereka pada saat sholat. Bersuara keras dalam tiga kondisi di atas merupakan kebiasaan ahli kitab dan non arab yang kafir lalu diteladani banyak kaum muslimin.”
Terdapat dalil lain yang menunjukkan bahwa suara lonceng itu terlarang secara mutlak, pada semua waktu.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
الْجَرَسُ مَزَامِيرُ الشَّيْطَانِ
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lonceng adalah seruling setan.” (HR. Muslim, dll)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَصْحَبُ الْمَلَائِكَةُ رُفْقَةً فِيهَا كَلْبٌ وَلَا جَرَسٌ
Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda, “Malaikat tidak akan menyertai rombongan yang membawa lonceng/genta atau anjing.” (HR. Muslim)
Ibnu Hajar mengatakan, “Genta terlarang karena suaranya yang menyerupai suara lonceng orang-orang Nasrani di samping menyerupai bentuknya.”
Tidak kalah disayangkan ada sebuah pesantren besar di negeri kita yang sejak dulu hingga sekarang menggunakan lonceng sebagai belnya. Demikian pula banyak kaum muslimin terutama generasi mudanya yang pada saat akhir tahun masehi atau acara ulang tahun yang terlarang ramai-ramai membunyikan terompet yang dilarang oleh Nabi.
Jika membunyikan terompet karena adanya sebuah kebutuhan yaitu mengumpulkan orang untuk melaksanakan shalat berjamaah (saja terlarang -ed), maka bagaimanakah juga dalam even yang tidak ada dorongan kebutuhan, bahkan itu adalah dalam rangka memperingati awal tahun masehi. ( www.muslim.or.id Ust Aris Munandar)