Seni Buncis Banyumas yang hampir Punah
B
|
UNCIS pada pandangan
kebanyakan orang adalah salah satu jenis sayuran untuk lauk pauk. Tapi Buncis
yang dimaksud bukanlah itu, Buncis di sini adalah kesenian angklung rakyat
Banyumas. Pada kesenian ini pemain terdiri dari tujuh orang sebagai penari
sekaligus penyanyinya. Enam orang diantaranya memegang alat musik angklung bernada 2 (ro), 3 (lu), 5 (ma), 6
(nem), 1 (ji tinggi), 2 (ro tinggi) dan satu orang diantaranya memegang gong
bumbung. Nyanyian yang biasa dibawakan yaitu berupa
gendhing-gendhing Banyumasan, antara lain : Blendrong Kulon, Eling-eling,
Gudril, Kulu-kulu, Lor Garut, Manyar Sewu, Pacul Gowang, Renggong Manis,
Ricik-ricik, dan Sekar Gunung.
Dalam
keseluruhan penampilannya para pemain mengenakan rompi, layaknya seorang
prajurit kerajaan tempo
dulu dan menggunakan celana yang panjangnya di atas mata kaki. Serta
mengenakan potongan kain pada celananya menyerupai
rumbai-rumbai. Sedang pada kepalanya mengenakan mahkota dari tapas kelapa yang
dihiasi bulu ayam. Dalam keseluruhan penampilannya menyerupai pakaian orang
Dayak.
Setelah
mengalami pasang surut buncis saat ini masih tetap bertahan di Banyumas,
tepatnya di Grumbul Lampeng, Desa Tanggeran, Kecamatan Somagede. Untuk saat ini
buncis hanya tersisa tiga kelompok saja. Di Desa Tanggeran dua kelompok tepatnya
di Grumbul Lampeng dan Grumbul Banjengan, dan di Desa Klinting satu kelompok.
Menurut
Bapak Awin, minggu ( 30 / 4 ) Grumbul Lampeng merupakan cikal bakal buncis di
Kecamatan Somagede. Menurutnya buncis berasal dari kata “ Bun “ yang berarti
buntaran atau kepala keris dan “ Cis “ yang berarti senjata. Antara nama buncis
dengan sejarahnya memanglah ada keterkaitan, yaitu dari cerita Raden Prayitno
yang mempunyai senjata berupa patron atau keris kecil. Pada suatu saat buntaran
keris tersebut lepas dan pecah lalu keluar manusia-manusia berbulu yang dikenal
dengan buncis.
Menurut
Bapak Santarji ( 30 / 4 ) yang merupakan ketua buncis Grumbul Lampeng. Ia
mempunyai kekhawatiran kalau seni buncis ditempatnya hilang dimakan zaman. Oleh
karena itu, ia mendirikan rombongan buncis baru untuk menggantikan rombongan
buncis yang telah bubar. Untuk rombongan buncis saat ini, Ia memberikan nama “
Ngudi Utama “ sebagai yang pertama. Anggota rombongan sekarang ini merupakan
anggota buncis lawas dan kekurangannya mengambil dari remaja sekitar. Untuk
mengasah kemampuan rombongan buncis ini melakukan latihan rutin setiap rabu
malam dan sabtu malam di kediaman Bapak Raji Samin ( Indra Kukuh Subekti ).
Perlu perhatian dari dinas pariwisata dan budaya dan masyarakat untuk melestarikannya, diambil dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar